SMARTID – Tujuan dari pembangunan nasional dapat terwujud apabila pembangunan di setiap daerah berjalan dengan baik dan merata. Namun keberagaman kondisi sosial dan geografis Indonesia yang dipisahkan oleh pulau-pulau dan lautan yang menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah pusat.

Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat suatu kebijakan yang mana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri melalui kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan lokal yang terjadi di daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, desentralisasi artinya sebuah penyerahan wewenang pemerintahan pusat kepada daerah otonom dengan tujuan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah daerah tidak bergantung pada bantuan dana dari pemerintah pusat, maka daerah tersebut dapat dikatakan mandiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kemandirian fiskal perlu mendapat perhatian lebih di era otonomi daerah seperti sekarang ini.

Dalam mengatasi hal ini, Di awal tahun 2022, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). UU HKPD merupakan landasan hukum yang sentral dalam mengatur dinamika keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Dengan diberlakukannya UU HKPD diharapkan dapat memberikan dampak positif terutama dalam peningkatan kemandirian fiskal daerah. Adapunbeberapa intervensi Pemerintah Pusat dalam meningkatkan kemandirian fiskal daerah melalui UU HKPD yaitu sebagai berikut:

1. Penguatan Kewenangan Daerah dalam Perencanaan Ekonomi

Salah satu bentuk intervensi yang signifikan adalah penguatan kewenangan daerah dalam perencanaan ekonomi. Melalui UU HKPD, pemerintah pusat memberikan ruang yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana pembangunan ekonomi sesuai dengan karakteristik dan potensi lokal. Pemberian ruang yang lebih besar akan menciptakan peluang bagi daerah untuk mengembangkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.

2. Alokasi Dana yang Adil dan Proporsional

Intervensi pemerintah pusat melalui UU HKPD juga mencakup alokasi dana yang adil dan proporsional. Proses ini dirancang untuk memastikan bahwa daerah dengan tingkat pengembangan ekonomi yang lebih rendah mendapatkan dukungan yang cukup untuk menutup kesenjangan tersebut. Pemerintah pusat berperan sebagai penyeimbang serta menjaga agar distribusi dana tidak hanya menguntungkan daerah-daerah maju secara ekonomi.

3. Pemberdayaan Pajak dan Retribusi Daerah

Meningkatkan kemandirian fiskal daerah juga melibatkan pemberdayaan dalam pengelolaan pajak dan retribusi. Intervensi pemerintah pusat dalam hal ini yaitu memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan tarif pajak dan retribusi sesuai dengan kondisi ekonomi lokal. Hal ini memberikan insentif bagi daerah untuk mengoptimalkan potensi pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan lokal.

4. Mekanisme Pengelolaan Utang Daerah yang Terkendali

Seiring dengan pemberdayaan keuangan daerah, intervensi pemerintah pusat juga mencakup pengelolaan utang daerah. UU HKPD dapat menetapkan batasan dan pedoman yang jelas terkait dengan penggunaan utang oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah pusat berperan dalam mencegah terjadinya situasi di mana daerah terlalu terbebani oleh utang yang dapat membahayakan stabilitas keuangan.

5. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kapasitas Pengelolaan Keuangan

Intervensi pemerintah pusat tidak hanya terfokus pada aspek keuangan semata, tetapi juga mencakup pengembangan sumber daya manusia dan kapasitas pengelolaan keuangan di tingkat daerah. Melalui pelatihan dan pendampingan, pemerintah pusat dapat meningkatkan kemampuan pegawai daerah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan keuangan dengan baik.

6. Inovasi dan Dukungan Terhadap Sektor-sektor Strategis Lokal

Pemerintah pusat, melalui UU HKPD memberikan dukungan finansial dan insentif kepada daerah untuk mengembangkan sektor-sektor strategis lokal. Ini termasuk sektor ekonomi yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi dan mampu menciptakan lapangan kerja. Dengan memberikan dukungan ini, pemerintah pusat tidak hanya meningkatkan kemandirian fiskal daerah tetapi juga mendorong diversifikasi ekonomi yang dapat mendukung pertumbuhan berkelanjutan.

7. Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Intervensi pemerintah pusat juga berperan dalam mengawasi dan memastikan pertanggungjawaban keuangan daerah. Melalui mekanisme audit dan evaluasi, pemerintah pusat dapat mengidentifikasi potensi risiko keuangan dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Ini merupakan bagian integral dari upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

Dengan hadirnya UU HKPD sebagai pendorong peningkatan kemandirian fiskal daerah, terlihat bahwa peran pemerintah pusat tidak hanya sebagai pengontrol, tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan ekonomi di tingkat daerah. Upaya meningkatkan kemandirian fiskal daerah bukanlah sekadar pemberian kewenangan semata, melainkan juga pemberdayaan dalam arti yang lebih luas.

Dengan demikian, melalui UU HKPD, pemerintah pusat menciptakan landasan yang kuat untuk mengarahkan, membimbing, dan mendukung daerah dalam mengelola keuangannya menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.***