SMARTID – Secara tegas, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp.187,5 Triliun. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan SDM RI sehat dan produktif. Terlebih pasca pandemi Covid-19 yang berdampak besar terutama pada kesehatan dan perekonomian masyarakat.

 

“Manakah yang lebih harus didahulukan, kesehatan atau ekonomi? Bagi Saya, keduanya sama pentingnya dan harus berjalan bersama,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat merespons dan menangani Covid-19 di Tanah Air.

 

Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang sukses dalam menangani krisis kesehatan serta memulihkan ekonomi dengan cepat dan baik, setelah guncangan besar pandemi Covid-19 yang melanda dunia.

 

Jumlah Anggaran Kesehatan tahun 2024 sebesar Rp 187,5 triliun tersebut mengalami peningkatan sebesar 8,7 persen atau Rp15,0 triliun dibandingkan outlook Anggaran Kesehatan tahun sekarang.

 

Sebagai informasi bahwa jumlah alokasi anggaran kesehatan cenderung meningkat selama lima tahun terakhir, utamanya untuk penanganan Covid-19 dan menyesuaikan dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2020 berjumlah Rp172,3 triliun. Tahun 2021 menjadi Rp312,4 triliun, kemudian di tahun 2022 menjadi Rp188,1 triliun dan outlook tahun 2023 ini sebesar Rp172,5 triliun.

 

Berdasarkan hasil kesepakatan dengan DPR, adapun besaran Anggaran Kesehatan tahun 2024 tersebut dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dengan rincian lengkap sebagai berikut:

 

  1. Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp107,2 triliun.
  2. Belanja Non-K/L senilai Rp14,2 triliun.
  3. Melalui Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp66,1 triliun.

 

Adapun alokasi Anggaran Kesehatan tersebut diarahkan antara lain untuk:

 

  1. Penurunan prevalensi stunting. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka stunting di Indonesia terus menurun. Tahun 2014 sebesar 37 persen, tahun 2021 menurun tajam menjadi 24,4 persen, dan tahun 2022 lalu berkurang menjadi 21,6 persen. Untuk mencapai target 14 persen, Pemerintah bertekad melakukan penajaman lokasi dan intervensi prevalensi stunting di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, serta memperkuat sinergi berbagai institusi baik pemerintahan pusat, daerah, dan swasta.
  2. Transformasi layanan primer yang bersifat promotif dan preventif, di antaranya pengobatan dan penangan terhadap ibu hamil dengan kekurangan energi kronis. Kebijakan ini juga turut membantu menurunkan angka stunting.
  3. Transformasi layanan rujukan, yaitu dengan pemerataan akses peningkatan layanan prioritas penyakit jantung, stroke, kanker dan ginjal. Pencapaian transformasi yang dilakukan Pemerintah berhasil membangun 15 rumah sakit pratama untuk penguatan layanan rujukan di daerah terpencil. Selain itu, 16 rumah sakit vertikal telah bekerja sama dengan institusi atau rumah sakit internasional.
  4. Transformasi sistem ketahanan nasional. Pemerintah terus mendorong inovasi alat kesehatan buatan dalam negeri dan penjaminan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa. Hasilnya, sejak 2021 lalu, delapan dari 10 bahan baku obat telah diproduksi di dalam negeri. Dan 38 industri farmasi nasional difasilitasi untuk mengganti sumber lima bahan baku obat dari dalam negeri.
  5. Transformasi sistem pembiayaan. Meliputi insentif tenaga kesehatan serta perluasan cakupan layanan bagi masyarakat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
  6. Transformasi SDM kesehatan, yaitu dengan meningkatkan cakupan tenaga kesehatan. Saat ini, 91 persen Puskesmas telah dilengkapi minimal satu orang dokter. Kemudian 61,5 persen RSUD telah dilengkapi tujuh jenis dokter spesialis, dan menerbitkan 236.075 surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan.
  7. Transformasi teknologi kesehatan. Mengenai transformasi teknologi kesehatan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perkembangan teknologi di bidang kesehatan yang demikian maju dan pesat harus dijawab dengan kemampuan Indonesia, tidak hanya di bidang rumah sakit, juga teknologi di bidang industri farmasi.

 

Meskipun pada realitanya Anggaran Kesehatan terus mengalami peningkatan, namun yang paling penting adalah adanya transparansi, efisiensi dan target yang tepat sasaran. Selain itu, sebisa mungkin Anggaran Kesehatan tidak lagi berbasis mandatory spending melainkan berbasis kinerja.

 

Pasalnya, pengeluaran biaya kesehatan per orang per tahun selama ini selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun dari suatu negara. ***

 

Sumber: Sekretariat Negara