SMARTID – Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) adalah salah satu bagian penting dalam proses legislasi di Indonesia.

RUU merupakan dokumen awal yang berfungsi sebagai dasar hukum dari suatu kebijakan yang diusulkan untuk diadopsi menjadi undang-undang.

Proses penyusunan ini melibatkan berbagai pihak dan melewati tahapan yang ketat untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan efektif dan sesuai dengan kepentingan publik.

Berikut adalah tahapan penyusunan dokumen RUU :

Tahap Perencanaan

Tahapan pertama dalam penyusunan RUU adalah perencanaan. Pada tahap ini, instansi pemerintah atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang berfungsi sebagai kerangka kerja legislasi untuk lima tahun ke depan.

Prolegnas menetapkan prioritas legislasi, termasuk RUU yang akan diajukan. Prolegnas disusun oleh Badan Legislasi DPR bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Penyusunan RUU

Tahap ini melibatkan pihak-pihak yang berwenang, seperti kementerian terkait atau anggota DPR, untuk menyusun naskah akademik dan draft awal RUU.

Naskah akademik berfungsi sebagai kajian ilmiah yang mendasari pembentukan RUU, menjelaskan latar belakang, tujuan, serta dampak yang diharapkan dari undang-undang tersebut.

Penyusunan RUU melibatkan berbagai ahli, termasuk ahli hukum, akademisi, dan praktisi terkait.

RUU disusun berdasarkan hasil riset, kajian empiris, serta masukan dari pemangku kepentingan. Penyusunan naskah ini juga mempertimbangkan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Pembahasan di Tingkat Pemerintah dan DPR

Setelah RUU disusun, dokumen tersebut disampaikan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan politik. Jika disetujui, Presiden menyerahkan RUU ke DPR untuk dibahas lebih lanjut.

Pembahasan di DPR melibatkan berbagai komisi dan badan legislasi. Pada tahap ini, RUU akan melalui beberapa kali pembacaan dan pembahasan pasal per pasal untuk memastikan kejelasan dan kelayakan isi.

Pada tahap ini, dilakukan juga uji publik, yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan terhadap isi RUU.

Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan berbagai pihak dan memastikan transparansi dalam proses legislasi.

Pengesahan RUU Menjadi Undang-Undang

Setelah RUU disetujui di DPR, tahap terakhir adalah pengesahan oleh Presiden. Pengesahan dilakukan dalam bentuk pembubuhan tanda tangan Presiden pada dokumen RUU, menjadikannya sebagai Undang-Undang.

Dalam beberapa kasus, Presiden bisa saja menolak untuk menandatangani RUU tersebut, namun undang-undang tetap akan berlaku secara otomatis setelah 30 hari sejak disetujui oleh DPR.

Pelaksanaan dan Pengawasan

Setelah undang-undang diundangkan, tahapan berikutnya adalah implementasi oleh pemerintah. Pada tahap ini, pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan peraturan teknis lainnya.

Pengawasan pelaksanaan undang-undang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk DPR, lembaga negara, serta masyarakat.

Kesimpulan

Penyusunan RUU merupakan proses yang komprehensif dan melibatkan banyak tahapan serta pihak terkait. Setiap tahapan dirancang untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan bersifat adil, efektif, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. RUU yang baik adalah RUU yang berbasis pada kajian ilmiah yang kuat dan melibatkan partisipasi publik secara luas. ***

 

Sumber : 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Penyusunan Prolegnas.

Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Tata Naskah Dinas Kementerian.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR RI.

Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyampaian dan Pengelolaan Masukan Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.